Fitch Sebut Kinerja Produsen CPO Mengkhawatirkan
Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga pemeringkat internasional, Fitch Ratings (Fitch), dalam laporan terbarunya menyebutkan bahwa harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang secara konsisten turun di kuartal kedua 2019, menekan perolehan laba produsen sawit di kawasan Asia. Penurunan harga CPO juga meningkatkan beban pembiayaan perusahaan.Pada kuartal II-2019, rata-rata harga CPO melemah sekitar 1% yang berujung pada koreksi harga CPO hingga akhir Juni tahun ini mencapai 4%. Sedangkan harga kernel sawit terkoreksi lebih dalam dengan anjlok 34% hingga 20 Juni 2019, didorong oleh tinggi pasokan minyak kelapa yang merupakan salah satu produk substitusi minyak sawit.
Dalam laporan yang dirilis hari ini (2/10/2019), Fitch melaporkan peningkatan 92% secara tahunan pada rasio total utang terhadap EBITDA atas 9 produsen sawit. EBITDA merupakan pendapatan perusahaan sebelum pajak, bunga, dan depresiasi.
Sementara itu, Fitch memproyeksi beban pembiayaan produsen sawit akan terus meningkat seiring dengan rendahnya potensi pemulihan harga sawit secara signifikan karena lesunya permintaan global dan tingginya persediaan disokong oleh produksi yang kuat terutama di paruh kedua tahun ini.
Produksi minyak sawit Malaysia pada Agustus tercatat 20,9 juta ton atau naik 2% dari proyeksi sebelumnya. Menurut Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB), produksi di Malaysia Timur adalah yang tertinggi dengan membukukan kenaikan 10,8%.
Tingginya beban pembiayaan menekan perolehan laba perusahaan, di mana mayoritas produsen sawit yang dianalisa oleh Fitch mencatatkan penurunan EBITDA di kuartal kedua tahun ini, dengan beberapa bahkan tercatat turun hingga 40%.
Penurunan EBITDA yang lebih signifikan dicatatkan oleh perusahaan produsen sawit dengan proporsi aktifitas bisnis hulu yang lebih tinggi dibandingkan dengan aktifitas bisnis hilir. Pasalnya, harga produk hulu hilir tidak terlalu dipengaruhi oleh volatilitas harga produk hulu, seperti minyak sawit mentah dan kernel (inti) sawit.
Selain itu, produk hilir juga memiliki marjin yang lebih tinggi, terutama jika mampu menghasilkan produk spesialisasi (khusus).
Lebih lanjut, sejatinya hingga akhir Juni 2019, kinerja keuangan dari emiten produsen sawit Tanah Air memang mengkhawatirkan dengan mayoritas membukukan penurunan laba. Bahkan ada yang berbalik rugi.
Foto: CNBC Indonesia/Dwi Ayunintyas
|
PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) yang pada semester I-2018 mengantongi keuntungan Rp 88,48 miliar, pada peruh pertama tahun ini merugi Rp 19,23 miliar.
Lalu, PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) pada semester I-2019 membukukan kerugian Rp 310,18 miliar dari sebelumnya menorehkan laba bersih Rp 57,11 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Di lain pihak, hanya PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) dan PT Smart Tbk (SMAR) yang berhasil bergerak ke selatan, di mana TBLA mencatatkan kenaikan laba 2,74% secara tahunan dan SMAR berbalik untung.
TBLA mampu menorehkan kinerja positif seiring dengan tingginya proporsi produksi di aktifitas bisnis hilir dan diversifikasi produk di industri gula, di mana harga pasar telah diatur oleh pemerintah.
Pada pukul 14:22 WIB harga saham emiten sawit bergerak variatif dengan UNSP anjlok 3,26%, SSMS melemah 1,08%, TBLA turun 1,02%, LSIP turun 0, 8% dan BWPT terkoreksi 0,78%. Sedangkan harga saham SMAR tercatat menguat 2,58%, AALI naik 0,68% dan SIMP naik 0,6%.
TIM RISET CNBC INDONESIA (dwa/hps)
Halaman Selanjutnya >>>>
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Fitch Sebut Kinerja Produsen CPO Mengkhawatirkan"
Post a Comment