Berharap Jackson Hole Tak Salah Diagnosa Virus Resesi Dunia
Jakarta, CNBC Indonesia--Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali melemah sebesar 0,22% ke 6.239, pada Kamis (22/08/2019) kemarin, meski Bank Indonesia (BI) memberikan kejutan dengan menurunkan suku bunga acuan BI 7 Day RR sebanyak 25 basis poin (bp) menjadi 5,5%.IHSG memulai perdagangan dengan menguat 0,07%. Hanya bertahan beberapa menit, IHSG terjun bebas ke zona merah. Setelah BI mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang mempertahankan suku bunga acuannya, IHSG mencoba berbalik arah ke zona hijau hingga mencapai level tertingginya di 6.265 (+0,21%).
Sayang, penguatan itu tak lama dan IHSG berangsur-angsur balik lagi masuk zona merah hingga sesi penutupan menyusul aksi jual investor asing yang mencatatkan jual bersih (net sell) mencapai Rp 239 miliar di pasar reguler.
Koreksi ini mengindikasikan bahwa kejutan BI tersebut tidak cukup membalik optimisme investor asing. Aksi pangkas BI 7-Day Reverese Repo Rate ke 5,5% yang mengejutkan itu memang bertentangan dengan median konsensus pasar yang menginginkan bunga acuan ditahan.
Apalagi ada sentimen negatif yang membekap saham perbankan BUMN menyusul rencana penggantian direksi oleh Menteri BUMN Rini Soemarno yang bertentangan dengan instruksi Presiden Joko Widodo (jokowi).
Namun, asing terindikasi masih betah di Indonesia. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat tipis di perdagangan pasar spot. US$ 1 dibanderol Rp 14.230 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 0,04% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Pemodal terindikasi mengalihkan dananya ke pasar obligasi terlebih dahulu, sehingga harga obligasi rupiah pemerintah menguat signifikan dan berujung pada penurunan imbal hasil (yield), senada dengan apresiasi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang lain.
Seri acuan surat berharga negara (SBN) yang paling menguat adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan penurunan yield 8,2 basis poin (bps) menjadi 7,23%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Sikap BI yang agresif memangkas bunga acuan dan memilih berorientasi pada pertumbuhan tersebut diyakini tidak berimbas pada imbal hasil (yield) di Indonesia. Gubernur BI Perry Warjiyo meyakini bahwa selisih spread imbal hasil obligasi Indonesia masih lebih kompetittif dibandingkan dengan negara lain.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
(ags)Halaman Selanjutnya >>>>
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Berharap Jackson Hole Tak Salah Diagnosa Virus Resesi Dunia"
Post a Comment