Hantu Resesi Belum Pergi, Demo Memperparah Situasi
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia belum bosan terkoreksi pada perdagangan kemarin. Faktor eksternal dan dalam negeri memang masih kurang kondusif.Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,5%. Namun IHSG tidak sendirian karena indeks Shanghai Composite terkoreksi 0,92%, Sensex India minus 0,54%, PSEI Filipina negatif 0,5%, dan SET Thailand melemah 0,8%.
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah 0,11%. Depresiasi juga bukan monopoli rupiah, karena hampir seluruh mata uang utama Benua Kuning melemah di hadapan greenback.
Terlihat bahwa memang arus modal sedang mengarah ke Negeri Paman Sam, investor sedang getol memborong dolar AS. Ini tidak lepas dari perkembangan di Eropa yang semakin gloomy.
Sejumlah lembaga di Jerman menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Negeri Panser untuk 2019 dari 0,8% menjadi 0,5%. Sementara untuk 2020, pertumbuhan ekonomi Jerman diperkirakan sebesar 1,1%. Juga direvisi ke bawah dari proyeksi sebelumnya yaitu 1,8%.
Data Federal Labor Office menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja di Jerman pada September turun 10.000 dari bulan sebelumnya menjadi 2,28 juta jiwa. Lebih buruk dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters yang memperkirakan kenaikan 5.000.
Kabar kurang sedap juga datang dari Inggris. Menteri Keuangan Sajid Javid mengatakan bahwa Inggris akan mempersiapkan diri untuk menghadapi No-Deal Brexit. Sebab, Perdana Menteri Boris Johnson menegaskan Inggris tetap akan keluar dari Uni Eropa pada 31 Oktober apa pun yang terjadi, dengan atau tanpa kesepakatan.
"Saya sudah menginstruksikan kepada kementerian untuk mempersiapkan respons yang komprehensif untuk mendukung perekonomian. Kami bekerja bersama Bank of England (Bank Sentral Inggris). Deal or no deal, kami akan siap," kata Javid, seperti diberitakan Reuters.
Inggris dan Jerman adalah dua perekonomian terbesar di Benua Biru. Jika perlambatan ekonomi terus terjadi, maka risiko resesi akan semakin besar.
Akibatnya, investor pun meninggalkan pasar keuangan Eropa dan kembali memilih dolar AS. Donald Trump, Presiden Negeri Adidaya, pun meradang karena mata uangnya terlalu kuat.
"Seperti perkiraan saya, Jay Powell (Jerome Powell, Ketua Bank Sentral AS The Federal Reserve/The Fed) membiarkan dolar AS terlalu kuat relatif terhadap SELURUH mata uang, yang berdampak negatif terhadap industri manufaktur. Suku bunga acuan terlalu tinggi. Mereka (The Fed) adalah musuh terbesar kita, mereka tidak punya arah. Menyedihkan!" cuit Trump di Twitter.
Sementara dari dalam negeri, situasi politik-sosial-keamanan masih belum kondusif. Aksi demonstrasi masih saja terjadi, yang mewarnai hari pertama kerja DPR periode 2019-2024.
Kondisi yang masih penuh tanda tanya dan bisa memanas kapan saja kemungkinan membuat investor menahan diri bahkan tidak nyaman. Akibatnya, investor asing mencatatkan jual bersih Rp 607,11 miliar di pasar saham.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
(aji/aji)Halaman Selanjutnya >>>>
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Hantu Resesi Belum Pergi, Demo Memperparah Situasi"
Post a Comment